Open House Rano Karno, Suara Penyintas Stroke Menggema Tuntut Kesetaraan
Open house Rano Karno menjadi momen langka yang dimanfaatkan penyintas stroke untuk menyuarakan aspirasi mereka terkait hak kesetaraan disabilitas.
Dalam suasana Lebaran yang penuh kehangatan, sekelompok penyandang disabilitas datang dengan niat kuat: mengingatkan kembali janji-janji lama yang hingga kini belum sepenuhnya direalisasikan.
Rano Karno, tokoh publik dan politikus yang dikenal dekat dengan masyarakat, menggelar silaturahmi terbuka yang dihadiri banyak kalangan. Namun siapa sangka, acara tersebut turut diwarnai oleh aspirasi serius yang disampaikan langsung oleh komunitas penyintas stroke yang ingin didengar lebih dari sekadar ramah tamah.
Ketika Open Ruang Sosial Dimanfaatkan untuk Menyuarakan Keadilan
Dalam kegiatan open house yang digelar di kediaman Rano Karno, sejumlah penyintas stroke tampak hadir dengan membawa spanduk kecil dan surat terbuka. Mereka berharap bisa berdialog langsung dengan sang tuan rumah terkait isu yang sudah lama mereka perjuangkan: kesetaraan akses bagi kelompok difabel.
Para penyintas ini menyoroti keterbatasan infrastruktur ramah disabilitas, kurangnya dukungan layanan kesehatan lanjutan, dan minimnya kesempatan kerja bagi mereka yang mengalami gangguan fisik pasca-stroke. Menurut mereka, momen seperti ini adalah kesempatan emas untuk menggugah empati para pengambil kebijakan.
Respons Rano Karno: Dari Dialog hingga Komitmen Open
Rano Karno yang menyambut para tamu dengan hangat, mendengarkan langsung keluhan dan harapan para penyintas. Dalam keterangannya, ia mengaku tersentuh dan menyatakan bahwa suara mereka akan dibawa ke forum-forum resmi sebagai bahan evaluasi kebijakan.
Rano juga menyebut bahwa isu disabilitas bukan hanya tanggung jawab satu pihak, melainkan butuh kerja sama antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta. Ia berjanji akan mendorong regulasi yang lebih berpihak pada kaum difabel, termasuk penyintas stroke yang seringkali luput dari perhatian.
Janji Lama, Realisasi yang Masih Terhambat
Penyintas stroke menyebut bahwa banyak janji politik yang belum sepenuhnya dijalankan. Mulai dari akses transportasi publik, ketersediaan fasilitas kesehatan khusus, hingga perlindungan hukum terhadap diskriminasi. Sebagian besar dari mereka harus menghadapi kenyataan hidup dengan akses terbatas, baik secara sosial maupun ekonomi.
Menurut data komunitas disabilitas, hanya sebagian kecil wilayah di Indonesia yang memiliki fasilitas publik yang ramah bagi penyandang disabilitas. Bahkan dalam sektor ketenagakerjaan, masih banyak perusahaan yang belum memberikan peluang kerja yang inklusif.
Pentingnya Aksi Nyata, Bukan Hanya Simpati
Para penyintas menggarisbawahi bahwa yang mereka butuhkan bukan sekadar simpati, melainkan aksi konkret dari para pemangku kebijakan. Mereka menilai bahwa selama ini isu difabel masih kerap dijadikan simbol dalam kampanye, tapi minim dalam implementasi.
Mereka berharap suara yang disampaikan saat open house ini dapat menjadi titik awal perubahan yang lebih serius. Aspirasi tersebut mencerminkan semangat untuk tidak menyerah dan terus memperjuangkan keadilan meskipun dalam keterbatasan fisik.
Penutup: Dari Silaturahmi Menuju Perubahan Sosial
Open house Rano Karno tahun ini menjadi lebih dari sekadar perayaan Idulfitri. Kehadiran penyintas stroke yang menyuarakan tuntutan kesetaraan memberi makna baru: bahwa ruang sosial bisa menjadi tempat lahirnya kesadaran kolektif.
Suara mereka adalah cerminan realitas yang masih dihadapi banyak orang dengan disabilitas di Indonesia. Semoga apa yang disampaikan hari itu tidak berhenti di meja tamu, tapi berlanjut hingga ke meja kebijakan dan perubahan nyata di lapangan.